“Gempa bumi terjadi di daerah X, berkekuatan 5,6 skala Richter.” Kalimat itu kerap muncul di berita saat terjadi gempa bumi. Bagaimana mengukur kekuatan gempa dalam skala Richter? Menggunakan peralatan, kah? Ternyata, alat pengukur gempa bumi adalah seismograf.
Baca Juga: Mengapa Indonesia Sering Terjadi Gempa Bumi? Ternyata Ini Alasannya!
Sebagai Alat Pengukur Gempa Bumi, Seismograf Adalah Benda yang Sangat Penting!
Seismograf adalah perangkat kombinasi antara seismometer, alat pencatat waktu, dan alat perekam. Seismometer dan seismograf berasal dari kata “seismos” berarti gempa bumi dan “metero” yang berarti mengukur, serta graf yang memiliki arti menggambar.
Seismometer adalah alat yang merespons getaran pada bumi, entah itu akibat gempa bumi, erupsi vulkanik, atau ledakan besar. Hasilnya disebut seismogram, berupa data untuk mendeteksi lokasi dan karakterisasi gempa bumi, serta untuk mempelajari struktur internal bumi.
Prototipe dari seismometer pertama kali muncul di Tiongkok pada tahun 132 SM. Matematikawan dari Dinasti Han yang bernama Chang Heng memperkenalkannya. Alatnya berupa bejana perunggu besar dengan diameter sekitar 2 meter, di dalamnya ada patung naga yang akan menjatuhkan bola jika terjadi gempa. Dengan alat ini, orang pada masa tersebut bisa menentukan dari arah mana gempa bumi terjadi.
Pada pertengahan abad ke-18, orang mulai menggunakan seismoskop. Alat ini terdiri dari sebuah kontainer sederhana berisi air atau air raksa yang akan bergerak naik-turun ketika terjadi gempa.
Akhirnya sekitar tahun 1920, seismograf modern mulai muncul hasil pengembangan dua ilmuwan Amerika bernama Harry Wood dan John Anderson. Alat ini lebih sensitif ketimbang pengukur gempa lainnya, sehingga banyak penggunaannya untuk seluruh dunia.
Pada prinsipnya, seismograf terdiri dari gantungan pemberat dan ujung lancip seperti pensil. Dengan begitu, bisa mengetahui kekuatan dan arah gempa lewat gambaran gerakan bumi yang dicatat dalam bentuk seismogram.
Gelombang seismik yang terjadi selama gempa akan tergambar sebagai garis bergelombang pada seismogram. Kemudian, seismolog mengukur garis-garis ini dan menghitung besaran gempa. Dahulu, seismograf hanya dapat mendeteksi gerakan horizontal, tetapi saat ini seismograf sudah dapat merekam gerakan-gerakan vertikal dan lateral.
Sebelum era digital, seismograf merekam data gempa pada film fotografi berukuran 16mm. Saat ini, rekaman sudah menggunakan sebuah komputer dengan konverter analog ke digital dan tersambung ke internet.
Dengan perkembangan teknologi, kemampuan seismometer sudah meningkat jauh, sehingga bisa merekam getaran dalam jangkauan frekuensi yang cukup lebar. Alat seperti ini adalah seismometer broadband.
Skala Pengukur Gempa
Umumnya, ilmuwan menggunakan skala Richter untuk menggambarkan besaran gempa. Perancangan Skala Richter menggunakan logaritma. Setiap langkah pada skala menunjukkan kekuatan 10 kali lebih hebat dari para pendahulunya. Contohnya, gempa berkekuatan 5 Skala Richter memiliki kekuatan 10 kali dari gempa berkekuatan 4 Skala Richter, dan 100 kali lebih kuat dari gempa berkekuatan 3 Skala Richter.
Itulah serba-serbi seismograf, alat untuk mengukur gempa bumi. Kamu tertarik dengan dan ingin berkuliah yang berhubungan dengan ilmu bumi? Kamu bisa daftar kuliah secara cepat dan mudah melalui goKampus ya. Tinggal upload rapor, langsung diterima! Yuk, cari tahu di sini untuk pendaftarannya!